Baru-baru ini saya membaca berita tentang 4 orang yang tewas tenggelam di Curug Seribu. Saya jadi teringat perjalanan saya ke Curug Seribu tahun lalu bersama Mas teguh Sudarisman, Mbak Didith, Imel dan temannya Kris. Rute yang kami lalui dari Kota Bogor banyak dibantu oleh GPS karena kami berempat belum pernah ada yang ke Curug Seribu. Perjalanan yang lumayan lama ini akhirnya menemukan titik cerah ketika kami sampai di Kawasan Gunung Salak Endah, Cibatok, Bogor. Kami sempat mampir sebentar di bumi perkemahannya dan makan jagung bakar sambil menikmati suasana yang sejuk dan segar ditambah pemandangan hutan pinusnya yang menawan.
Kami berangkat dari Jakarta udah siang, jadi sampai di Kawasan Gunung Salak Endah pas udah waktunya makan siang. Perut udah mulai berisik minta diisi. Akhirnya kami jalan dulu deh cari makan siang di dekat Curug Cigamea. Kawasan Gunung Salak Endah ini memang banyak obyek wisatanya. Ada Kawah Ratu, Curug Cigamea dan Curug Seribu. Iming-iming Curug Cigamea yang medannya lebih mudah dan lebih dekat dari Curug Seribu tidak menyurutkan niat kami untuk mengunjungi Curug Seribu. Kalau mau mampir dulu ke Curug Cigamea waktunya sih kayaknya engga cukup ya, takut pulangnya kesorean. Lagian pas banget waktu itu hujan melanda.
Kayaknya waktu itu kami salah ambil jalan masuk ke Curug Seribu, deh. Soalnya jalanannya menanjak dan berbatu-batu. Sepi lagi. Mbak Didith sang pengemudi akhirnya memutuskan untuk memarkirkan mobilnya di halaman sebuah villa dan kita melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki diiringi hujan gerimis. Sekitar 10 menit berjalan akhirnya sampai juga kita di Gerbang Curug Seribu. Petugas disana memberi tahu bahwa kita harus berjalan lagi selama sekitar 30 menit untuk mencapai Curug Seribu. Berhubung yang ngomong petugas kehutanan yang pastinya sering melewati medan, saya tidak begitu saja percaya dan mematok waktu 45 menit bagi diri saya sendiri untuk mencapai Curug Seribu. Pertama sih perjalanan masih santai, jalan setapaknya masih standar. Setelah melewati jembatan juga perjalanan masih rada biasa saja. Saya yang rada sotoy ini sempat meremehkan dan bilang kalau medannya cemen dan tidak seberat medan menuju Curug Cibeureum. Tapi ternyata…
Jalanan menuju Curug Seribu penuh tantangan, ditambah dengan jalanan yang becek sehabis hujan maka perjalanannya menjadi luar biasa menantang. Kondisi jalannya licin, jalanannya sempit, tangga berbatunya licin dan deket jurang. Hiii. Kalau tidak dengan konsentrasi tinggi, salah-salah bisa kepleset deh. Saya yang tidak pernah berolahraga selain kalau ngetrip ini langsung deh ngos-ngosan dan keringet bercucuran.
Sekitar 25 menit berjalan, Saya menemukan curug kecil. Kami menamakan curug ini Curug 999 karena dekat dengan Curug Seribu, padahal nama sebenarnya adalah Curug Sawer. Lumayan juga sih istirahat sebentar di Curug Sawer sambil merendam kaki di airnya yang dingin sambil foto-foto tentunya. Pengennya sih berhenti sampai di Curug Sawer karena kaki udah mulai pegel-pegel. Tapi karena belum sampai Curug Seribu, saya membulatkan tekad melanjutkan perjalanan yang menyiksa ini.
Sekitar 200 meter dari curug Sawer, akhirnya sampailah kita di Curug Seribu yang tercinta. Kayaknya enggak sia-sia deh perjalanan saya karena pemandangan disini keren banget. Curug Seribu adalah air terjun yang tertinggi yang pernah saya temui. Airnya deras sampai menciprat kemana-mana sehingga susah untuk memotret air terjun setinggi 100 meter ini. Di bawah Curug Seribu terdapat kolam dan batu-batu besar dan langsung mengalirkan airnya yang deras ke sungai. Karena waktu itu sehabis hujan, maka arusnya bener-bener deras dan bergemuruh. Demi keselamatan diri akhirnya kami memutuskan tidak turun ke bawah.
Sebenernya agak nanggung sih cuma ngeliat sebentar Curug Seribu tanpa menjelajahi semua sisinya, tapi ya kondisi waktu itu memang bener-bener tidak memungkinkan. Kita juga takut hujan akan semakin deras sehingga menyulitkan perjalanan pulang. Akhirnya setelah mengambil beberapa foto sambil melindungi kamera agar tidak terkena rembesan air terjun kami balik arah pulang.
Kasian deh, waktu sudah melewati setengah perjalanan kami bertemu dengan sepasang remaja yang kunci motornya hilang entah dimana. Mereka kembali lagi menyusuri jalan ke Curug Seribu untuk mencari kunci motornya yang hilang. Astagaaa…..
Terlepas dari medannya yang menakjubkan itu, saya kepengen deh balik lagi ke Curug Seribu kapan-kapan di waktu dan cuaca yang tepat. Pengen foto-foto lagi disana. Yuk…. J
Oh iya, dengan postingan ini saya sekalian ingin mengingatkan temen-temen untuk selalu berhati-hati di dalam setiap perjalanan yang temen-temen lakukan. Selalu waspada ya.
*turut berduka cita untuk 4 korban tewas akibat tenggelam di Curug Seribu.